MuaraEnim – rubrikini.co.id, Sengketa lahan rimba ulayat atau tanah desa melibatkan PT Sriwijaya Bara Priharum (SBP) dengan warga di Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, disarankan oleh Pihak eksekutif maupun Pihak legislatif untuk damai.
Hal diatas mengemuka dalam rapat penyelesaian masalah terkait di ruang Badan Anggaran DPRD Muara Enim, Selasa (13/2).
“Diketahui silang sengketa karena tidak kecocokan masyarakat dengan perusahaan, disarankan untuk damai cari solusi untuk sepakat tanpa perlu dibawah keranah hukum,” kata Bupati Muara Enim, Muzakir Sai Sohar.
Prinsipnya, Muzakir mengatakan Pemerintah Daerah tidak anti dengan investor, tapi bila perusahaan mensengsarakan masyarakat kenapa harus diterima. Apalagi, SBP secara hukum seperti telah membayar lane ranch, dan juga kewajiban CSR, padahal SBP belum maksimal produksinya. “Namun demikian, pembebasan ganti rugi lahan jangan dibelakang harus transparan,” sambung Muzakir.
Ditambahkan Ketua DPRD Muara Enim, Aries HB, didampingi Ketua Komisi I, Faesal Anwar, menambahkan legislatif dan eksekutif akan menerima investor bila tidak merusak lingkungan, tidak merugikan masyarakat dan ada sumbangsih ke Pemerintah Daerah.
Faesal mengatakan masalah ini tidak akan selesai hanya satu kali pertemuan, makanya kedepan digendakan lagi pertemuan lengkap dengan data – data pendukung baik dari perusahaan maupun masyarakat desa.
Sementara itu, Kusnain, Ketua Tim Panitia 19, mewakili masyarakat desa, menyebutkan seluas 47,44 hektar (ha) lahan rimba ulayat atau tanah desa yang diambil PT SBP karena telah terjadi penjualan oleh oknum masyarakat kepada SBP.
Ditambahkan Wakil Ketua Panitia Tim 19, Zulfakar Novasrun, mengatakan masyarkat desa menuntut untuk dikembalikan ke Desa Penyandingan dan kembali ke titik awal nol.
Dikesempatan sama, Direktur PT SBP, Iskandar Maliki, mengatakan SBP telah melakukan pengukuran yang mengajak tokoh masyarakat dan aparat desa seluas 110 ha. Lalu, seluas 93,5 ha sudah dibebaskan dihadapan notaris.
“Kalo tidak ada surat dari kades tidak akan bayar, maka kami bayar. Kalo tidak sah secara hukum tolong tunjukan. Kami tidak tahu ada tanah desa, setelah diukur ada tanah desa,” kata Iskandar. (ri-zi)